Senin, 29 April 2013

TERIMA KASIH




Terima kasih adalah pelajaran pertama yang saya sampaikan kepada keluarga, terima kasih adalah bahasa horizontal (habluminannas), sedangkan bahasa vertikalnya (habluminAlloh) adalah bersyukur.

Ketika anak kami yang bernama Awan Surga (selanjutnya saya panggil Awan) yang baru berumur 40 hari menangis, lalu setelah saya emban (digendong didepan) dia diam, maka saya bilang sama Awan, ‘terima kasih kasih sayang karena mau diam’. Saya tahu apa yang saya ucapkan mungkin tidak ‘Awan’ mengerti, tetapi saya yakin ‘Awan’ paham apa yang ingin saya sampaikan sesuai dengan kapasitasnya.

Pelajaran terima kasih adalah pelajaran penting yang kami berikan, bahkan ketika anak masih dalam kandungan. Bukan hanya sama anak, pelajaran ini pun saya sampaikan kepada isteri, misalnya kalau saya pribadi sering mengucapkan ‘terima kasih sayang karena mau jadi isteri abi’, atau pada kesempatan lain, ketika isteri sedang memasak maka kita mengucapkan terima kasih karena mau memasak untuk kami sekeluarga. Dalam aktivitas sehari-hari tentu banyak sekali kesempatan kita untuk mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang kita sayangi.

Dalam konteks vertikal, maka kita pun harus selalu bersyukur kepada Alloh swt atas nikmat-nikmat yang telah diberikan setiap harinya, nikmat diberikan kesehatan, rizki dan lain sebagainya.

Manfaat dari pelajaran terima kasih ini adalah agar tercipta suasana hangat dan saling menghargai didalam keluarga, dan secara vertikal adalah agar nikmat kita ditambah, serta agar kita termasuk orang-orang yang bersyukur. Ada sebuah kisah menarik yang ingin saya sampaikan pada pertemuan kita kali ini:

 Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.

Cuma ada satu masalah, ibu yang pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi dan menyiksanya.

Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog , dan menceritakan masalahnya.

Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, psikolog tersenyum & berkata kepada sang ibu:

"Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan"

Ibu itu kemudian menutup matanya.

"Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?"

 Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yang murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya. Psikolog melanjutkan; "Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka.”

“Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi".

Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, nafasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.

"Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran di sana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu".

Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tsb.

"Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu membuka matanya

"Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?"

Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

 Saya ber-TERIMA KASIH:

1. Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan,
karena itu
artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain

2. Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV,
karena itu
artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat.

3. Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal,
karena itu
artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan

4. Untuk sampah yang harus saya bersihkan,
karena itu
artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman

 5. Untuk pakaian yang mulai kesempitan,
karena itu
artinya saya cukup makan

6. Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari,
karena itu
artinya saya masih mampu bekerja keras

7. Untuk bunyi alarm keras jam 4 pagi yg membangunkan saya,
karena itu
artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup

8. Untuk dst...



*Apakah hari ini kita sudah mengucapkan Terima kasih kepada orang yang kita sayangi?
*Selalu saja ada alasan untuk mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang kita sayangi.



Jumat, 26 April 2013

KUTIPAN #09



80.      “Pimpin dan inspirasi orang, jangan coba untuk mengatur dan memanfaatkan mereka. Barang-barang bisa di atur dan di manfaatkan, tetapi manusia harus di pimpin” (Ross Perot).

81.      “Miliki mimpi yang benar-benar besar, karena mimpi yang kecil dan biasa-biasa saja, tidak mempunyai kekuatan untuk menggerakan hati manusia” (Goethe).

82.      “Kegagalan adalah sesuatu yang bisa kita hindari dengan tidak mengatakan apa-apa, tidak melakukan apa-apa dan tidak menjadi apa-apa”. (Denis Waitley).

83.      “Pemimpin harus cukup dekat dengan yang di pimpinnya agar bisa memahami kondisi mereka, tetapi harus cukup jauh juga agar bisa memotivasi mereka” (John Maxwell).

84.      “Seorang boss akan bilang ‘pergi’ sementara seorang pemimpin akan berkata ‘ayo kita pergi’ (Gordon Selfridge).

85.      “Kata ‘tidak mungkin’ tidak ada dalam kamus saya” (Napoleon Bonaparte).

86.      “Kaca, Porselen dan nama baik adalah sesuatu yang gampang sekali pecah, dan tak akan dapat di rekatkan kembali tanpa bekas yang nampak” (Benjamin Franklin).

87.      “Kerendahan hati menuntun pada kekuatan, bukan kelemahan. Mengakui kesalahan dan melakukan perubahan atas kesalahan adalah bentuk tertinggi dari penghormatan pada diri sendiri” (John Mc CLoy).

88.      “Lebih baik menjaga mulut anda tetap tertutup dan membiarkan orang lain menganggap anda bodoh, dari pada membuka mulut anda dan menegaskan semua anggapan mereka” (Mark Twain).

89.  “Saat berbicara mode, berenanglah mengikuti arus. Saat berbicara prinsip, tegarlah seperti batu karang” (Thomas Jefferson).

Rabu, 24 April 2013

KEYAKINAN vs PERSEPSI


Saya teringat dengan sebuah ungkapan yang disampaikan oleh guru kami pada pengajian kemarin, 'Persepsi itu berasal atau terpengaruh oleh fakta, untuk merubah persepsi yang sudah ada, maka di perlukan sebuah keyakinan yang mampu membuat fakta baru'.

Misalnya Perang Badar, awalnya orang berpikiran bahwa pasukan dengan personil 300 orang, pasti kalah dengan pasukan yang berjumlah 1000 orang, karena fakta umumnya seperti itu. Tetapi fakta umum ini terbantahkan ketika dimana Muhammad Rasululloh mempunyai keyakinan bisa menang dalam perang badar walaupun dengan pasukan yang lebih kecil dengan pertolongan Alloh swt. Akhirnya keyakinan Rasululloh ini menjadi fakta baru dengan kemenangan kaum muslimin yang berjumlah 300 orang melawan kaum musyrikin yang berjumlah 1000 orang. Kemenangan perang badar ikut merubah persepsi umum bahwa hal yang kecil pun ternyata bisa mengalahkan sesuatu yang lebih besar asalkan hal yang kecil itu mempunyai keyakinan yang kuat.

Kebetulan guru kami saat ini ingin mencalonkan diri menjadi presiden, sedangkan fakta saat ini kalau ingin menjadi presiden maka harus di usung oleh partai, sedangkan guru kami dari jalur independen, dan persepsi umum kalau ingin menjadi presiden maka harus punya modal besar dan populer, sedangkan guru kami hanya orang biasa dan tidak mempunyai dua hal tadi. Tetapi beliau mempunyai keyakinan, dan keyakinan ini (dengan bantuan Allah) ingin beliau buktikan menjadi fakta yang baru, sehingga merubah persepsi yang sudah ada saat ini.

Ada sebuah kisah menarik tentang keyakinan yang mampu membuat fakta baru sehingga merubah persepsi yang ada:

Ada empat anak yang baru saja mengalami duka setelah kematian kedua orang tuanya. Sebuah surat wasiat pun mereka terima dari orang yang mereka cintai itu. Setelah urusan jenazah kedua orang tuanya selesai, empat anak itu pun membuka surat berharga itu.

Ternyata, surat itu menyebutkan bahwa keempat anak itu diberikan pilihan untuk memiliki empat bidang tanah yang berlainan tempat. Ada bidang tanah yang begitu hijau dengan begitu banyak pepohonan kayu yang bisa dijual. Ada bidang tanah yang berada di tepian sungai jernih, sangat cocok untuk ternak berbagai jenis ikan. Ada juga bidang tanah yang sudah menghampar sawah padi dan ladang. Ada satu bidang tanah lagi yang sangat tidak menarik: tanah tandus dengan tumpukan pasir-pasir kering di atasnya.

Menariknya, surat itu diakhiri dengan sebuah kalimat: beruntunglah yang memilih tanah tandus.
Anak pertama memilih tanah pepohonan hijau. Anak kedua pun langsung memilih tanah dengan aliran sungai jernih. Begitu pun dengan yang ketiga, ia merasa berhak untuk memilih tanah yang ketiga dengan hamparan sawah dan ladangnya. Dan tinggallah anak yang keempat dengan tanah tandusnya.

“Apa engkau kecewa, adikku, dengan tanah tandus yang menjadi hakmu?” ucap para kakak kepada si bungsu.

Di luar dugaan, si bungsu hanya senyum. Ia pun berujar, “Aku yakin, pesan ayah dan ibu tentang tanah tandus itu benar adanya. Yah, justru, aku sangat senang!”

Mulailah masing-masing anak menekuni warisan peninggalan kedua orang tuanya dengan begitu bersemangat. Termasuk si bungsu yang masih bingung mengolah tanah tandus pilihannya.

Hari berganti hari, waktu terus berputar, dan hinggalah hitungan tahun. Tiga anak penerima warisan begitu bahagia dengan tanah subur yang mereka dapatkan. Tinggallah si bungsu yang masih sibuk mencari-cari, menggali dan terus menggali, kelebihan dari tanah tandus yang ia dapatkan. Tapi, ia belum juga berhasil.

Hampir saja ia putus asa. Ia masih bingung dengan manfaat tanah tandus yang begitu luas itu. Sementara, kakak-kakak mereka sudah bernikmat-nikmat dengan tanah-tanah tersebut. “Aku yakin, ayah dan ibu menulis pesan yang benar. Tapi di mana keberuntungannya?” bisik hati si bungsu dalam kerja kerasnya.

Suatu kali, ketika ia terlelah dalam penggalian panjang tanah tandus itu, hujan pun mengguyur. Karena tak ada pohon untuk berteduh, si bungsu hanya berlindung di balik gundukan tanah galian yang banyak mengandung bebatuan kecil. Tiba-tiba, matanya dikejutkan dengan kilauan batu-batu kecil di gundukan tanah yang tergerus guyuran air hujan.

“Ah, emas! Ya, ini emas!” teriak si bungsu setelah meneliti bebatuan kecil yang sebelumnya tertutup tanah keras itu. Dan entah berapa banyak emas lagi yang bersembunyi di balik tanah tandus yang terkesan tidak menarik itu.

Senin, 22 April 2013

PELAYAN PRESIDEN


Ketika guru kami memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai presiden, maka tugas saya hanya satu yaitu bagaimana ikut berpartisipasi supaya rencana ini sukses. Tetapi kegelisahan saya sebagai seorang konseptor tidak hanya puas dengan satu hal, akhirnya saya membuat tiga rencana.

Kalau kekuasaan itu ibarat macan, maka tugas saya ada tiga:
Pertama membuat rencana agar guru kami bisa menaiki macan tersebut (menjadi presiden).
Kedua membuat rencana agar macan yang dinaiki guru kami (setelah jadi presiden) berlari dengan kencang, tetapi rencana kedua ini bersifat optional apabila diminta.
Ketiga ini yang paling penting, membuat rencana apabila suatu saat guru kami jatuh dari punggung macan (lengser dari kekuasaan), maka saya membuat rencana untuk penyelamatan agar guru kami tidak dimakan oleh macan, karena umumnya banyak penguasa itu tidak mau turun dari jabatannya karena takut ketika turun dia sendiri akan dimakan oleh macan kekuasaan setelahnya.

Ada sebuah kisah seorang raja mempunyai seorang pelayan yang lebih diperhatikannya dari pada pelayan yang lain, sehingga membuat iri pelayan yang lain. Akhirnya seorang pelayan menanyakan kepada raja, kenapa beliau sangat memperhatikan pelayan tersebut.

Sang raja pun bercerita, "Pada suatu hari kami pergi berburu termasuk membawa si pelayan, lalu di sebuah padang rumput kami berhenti untuk beristirahat, tiba-tiba si pelayan pergi memacu kudanya dengan sangat kencang. Beberapa waktu kemudian si pelayan datang sambil membawa salju, lalu aku pun bertanya 'dari mana kamu, kenapa membawa salju?'
Pemuda itu menjawab 'Sewaktu diperjalanan saya melihat paduka sering melihat gunung salju yang ada disebelah sana, dan biasanya ketika seorang raja melihat sesuatu dengan serius berarti raja tersebut menginginkan hal itu, oleh karena itulah saya mengambilkan salju yang paduka lihat dari kejauhan tersebut".

"Itulah alasan kenapa saya sangat memperhatikan pelayan tersebut, karena dia dengan susah payah mewujudkan apa yang saya pikiran, bahkan sebelum saya mengatakannya" jawab sang raja.


Jumat, 19 April 2013

KUTIPAN #08




70.      “Orang besar selalu ingin menjadi orang kecil” (Ralph Waldo Emerson).

71.      “Satu-satunya yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri” (Franklin D. Rosevelt).


72.      “Apa perbedaan antara hambatan dan kesempatan? Perbedaannya terletak pada sikap kita dalam memandangnya. Selalu ada kesulitan dalam setiap kesempatan, dan selalu ada kesempatan dalam setiap kesulitan” (J. Sidlow Baxter).

73.      “Ada dua cara untuk menjalani hidup ini dengan mudah, percaya pada segala sesuatu atau meragukan segala sesuatu. Kedua cara tersebut membebaskan kita dari berfikir” (Theodore Rubin).

74.      “Hidup dengan melakukan kesalahan akan tampak lebih terhormat dari pada selalu benar karena tidak melakukan apa-apa” (George Bernard Shaw).

75.      “Perjalanan seribu batu bermula dari satu langkah” (Lao Tze).

76.      “Kadang kala justru keputusan kecil yang akan mampu merubah hidup kita selamanya” (Keri Russell).

77.      “Bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat di sisipkan di antara pujian” (May Kay Ash).

78.      “Selalu ada cara terbaik untuk mengerjakan sagala sesuatunya” (Ralph Waldo Emerson).

79.  “Orang-orang menjadi begitu luar biasa ketika mereka mulai berfikir bahwa mereka bisa melakukan sesuatu. Saat mereka percaya pada diri mereka sendiri, mereka memiliki rahasia kesuksesan yang pertama” (Norman Vincent Peale).